Blog Belog Adiarta

Just a stupid (belog) blog of Adiarta

Blog Belog Adiarta

Just a stupid (belog) blog of Adiarta

Di Balik Jendela Kayu Tua | Bagian 16

Ardi duduk di kantor penuh tekanan setelah rekaman cintanya bocor ke publik.

Bara di Balik Nama

Pagi itu, kantor terasa seperti ruang sidang tanpa hakim. Semua mata memandang Ardi setiap kali ia lewat koridor. Bisikan-bisikan kecil menyambutnya di setiap sudut, sebagian iba, sebagian sinis, sebagian lagi pura-pura tidak tahu. Tapi ia tahu, semua orang sudah melihat video itu.

Rekaman 10 detik yang kabur namun terlalu jelas untuk disangkal. Siluetnya, gerak tubuhnya, dan cara ia memeluk Rara di bawah cahaya bulan. Tak perlu konfirmasi, publik sudah menjatuhkan vonis.

Di ruang rapat utama, layar menampilkan portal berita dengan judul mencolok:

“Arsitek Muda Terlibat Skandal Cinta dan Konflik Internal Proyek.”

Reza, manajer senior, duduk dengan wajah kaku. “Ardi, kita nggak bisa tutup mata. Dewan direksi minta kamu mundur sementara dari jabatan kepala proyek. Ini bukan cuma soal pribadi, ini udah nyeret reputasi perusahaan.”

Rara yang duduk di ujung meja menatapnya dengan mata merah. “Pak Reza, yang disebar itu rekaman pribadi, bukan bukti kesalahan profesional.”
“Tapi publik nggak peduli itu, Ra,” potongnya tajam. “Di luar sana, netizen sudah main hakim. Klien besar kita bahkan mulai ragu melanjutkan kontrak.”

Ardi diam. Kata-kata terasa sia-sia. Ia menatap layar di depannya, potongan wajahnya yang kabur di bawah bulan, viral di semua platform.
Satu kalimat muncul di pikirannya: ‘Dunia nggak butuh kebenaran, mereka cuma butuh bahan gosip.’


Di rumah, badai lain sedang bergemuruh. Ibunya menangis di depan televisi, sementara ayahnya menatap koran pagi dengan rahang mengeras.

“Putra dari keluarga Santosa terseret skandal asmara di tempat kerja.”

“Ardi, kamu sadar nggak kamu bikin malu keluarga ini?” suara ayahnya meledak.
“Pa, itu nggak seperti yang kamu pikir…”
“Cukup!” potongnya. “Kamu bukan cuma memalukan dirimu. Kamu bawa nama baik keluarga di lumpur!”

Ardi hanya bisa menunduk. Ibunya memegang tangannya, namun genggamannya gemetar. “Nak, kamu bilang kamu cuma kerja keras buat banggakan kami. Sekarang lihat… semua yang kamu bangun, terbakar cuma karena satu kesalahan.”

Kesalahan. Kata itu menusuk lebih dalam dari amarah.


Di sisi lain kota, Rara pun tak luput dari badai. Rekan-rekan di kantor berbisik setiap kali ia lewat. Satu pesan anonim masuk ke email pribadinya:

“Kamu penghancur karier orang. Tika pantas, kamu tidak.”

Ia menatap layar lama-lama, perutnya terasa mual. Dinding kantor yang dulu terasa hangat kini seolah menutup diri. Bahkan sahabat terdekatnya mulai menjauh, takut terseret masalah.

Namun Rara tahu siapa dalangnya. Tika.

Dan di balik semua kepanikan publik, Tika duduk di apartemennya sambil menatap layar ponsel. Wajahnya tampak letih tapi puas.
“Lucu ya,” gumamnya pelan. “Satu video bisa membuat semua topeng jatuh.”

Tapi ia tak sadar, topengnya sendiri juga mulai retak. Pesan masuk dari seorang staf hukum perusahaan:

“Kami mendapat laporan, Bu Tika terlibat dalam kebocoran data internal. Anda diminta hadir untuk investigasi.”

Senyumnya lenyap. Untuk pertama kalinya, ia tahu: permainan yang ia nyalakan sudah menjilat balik.


Malam itu, Ardi berdiri di balkon apartemennya, menatap kota yang basah oleh hujan. Rara meneleponnya, suaranya pelan tapi tegas.
“Kita nggak bisa lari, Di. Tapi kita juga nggak boleh kalah. Kalau mereka mau lihat siapa yang salah, kita tunjukkan siapa yang sebenarnya bakar api ini.”

Ardi menatap jauh ke arah lampu-lampu kota. “Baik. Kalau Tika mau perang, dia akan dapat perang.”

Dan untuk pertama kalinya, di balik semua luka, ada bara baru yang menyala, bukan dari cinta, tapi dari tekad untuk membuktikan kebenaran.

Di Balik Jendela Kayu Tua | Bagian 16

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top