Peta yang Disembunyikan dari Semua Orang
Rara tak bisa tidur sejak email itu datang.
Bayang-bayang Tika menjelma menjadi suara langkah yang tak ada, suara bisik di tangga darurat, dan cahaya notifikasi yang muncul lalu hilang. Sekilas, seperti paranoia. Tapi ia tahu ini nyata. Terlalu nyata.
Tika tak pergi. Ia hanya pindah ke balik layar.
Dan jika Tika memilih bermain bayangan, maka Rara memutuskan untuk menyalakan lampu.
🗂️ Langkah Pertama: Arsip
Rara mulai dari tempat yang paling membosankan: arsip lama firma.
Ia ingat dulu Tika pernah berkata dengan bangga bahwa ia “sudah di sini sejak firma ini belum punya kantor sendiri.” Tapi tidak ada satu pun foto Tika dalam dokumentasi awal proyek-proyek besar. Anehnya, nama Tika juga tidak tercantum di daftar staf resmi 5 tahun lalu.
Padahal saat itu dia mengaku sudah ikut mendesain “Villa Bukit Soka”, proyek penting Ardi sebelum Danara.
Aneh.
đź§ľ Langkah Kedua: Tagihan Kuno
Rara mencari di laporan keuangan lama. Ia tidak mengerti semua istilah akuntansi, tapi satu nama muncul berulang di pembayaran transportasi dan penginapan:
Anastika Rahmawati
Itu nama panjang Tika. Tapi yang membuat Rara merinding adalah keterangan tujuan:
- Panglipuran
- Amlapura
- Taman Hening Rehabilitasi Jiwa
Rara berhenti membaca.
Rehabilitasi… jiwa?
Ia menelusuri alamat itu.
Dan saat hasil pencarian muncul, ada satu halaman testimoni dari mantan pasien, tanpa foto, hanya inisial:
A.R, yang menulis:
“Aku pulih karena arsitektur. Karena menggambar ruang membuatku merasa ada batas yang bisa kuatur. Tapi mereka bilang aku terlalu larut. Mereka tidak tahu: ruang yang kupetakan bukan bangunan. Tapi orang.”
Rara menutup laptop. Nafasnya tercekat.
Seluruh hidup Tika adalah arsitektur emosi. Dan semua orang yang dekat dengannya, tanpa sadar, menjadi bagian dari denah itu.
📍 Langkah Ketiga: Kembali ke Titik Awal
Rara mengendarai mobil ke kota kecil tempat firma ini dulu berdiri pertama kali. Sebuah rumah kecil, yang kini jadi gudang.
Di sana, ia menemukan kotak berlabel “Proyek Pribadi Tika”.
Dalamnya: buku catatan bergambar sketsa orang. Tidak ada bangunan.
Tiap halaman menggambarkan satu wajah:
- Ardi
- Dimas
- Rara sendiri
- Satu wajah tak dikenal, lelaki muda berambut ikal dengan catatan kecil:
“Dia memilih mati. Aku memilih bertahan.”
Rara membalik halaman terakhir.
Hanya ada satu kalimat, ditulis dengan tinta merah:
“Satu-satunya bangunan yang tak bisa roboh… adalah yang tak pernah selesai dibangun.”
Rara keluar dari rumah itu dengan langkah goyah.
Kini ia tahu: Tika tak pernah membangun untuk firma. Ia membangun untuk dirinya sendiri.
Dan proyek hidupnya…
adalah membuktikan bahwa cinta orang lain padanya bisa dikontrol.
Bahwa ia bisa jadi pusat gravitasi, atau reruntuhan.
Bersambung ke Bagian 11…